Mendoakan Anak Yang Melakukan Kesalahan
Mendoakan Anak Yang Melakukan Kesalahan merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 12 Muharram 1447 H / 8 Juli 2025 M.
Kajian Tentang Mendoakan Anak Yang Melakukan Kesalahan
Sebagaimana dikatakan, barangsiapa menabur angin, dialah yang akan menuai badai. Maka, di sini perlu kita tegaskan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh anak mungkin masih bisa dimaklumi, mengingat segala keterbatasan yang dimilikinya. Namun, ketika orang tua yang berbuat salah, hal itu jauh lebih sulit untuk dimaklumi.
Orang tua memiliki kematangan akal yang lebih dibandingkan anak-anak remaja. Oleh karena itu, orang tua harus berusaha meminimalisir kesalahan, bahkan sebisa mungkin menghindarinya, karena kesalahan yang dilakukan bisa berdampak fatal. Bisa jadi, kitalah yang akan menuai akibatnya di kemudian hari.
Maka, dalam upaya memperbaiki atau meluruskan perilaku negatif atau penyimpangan, yaitu dengan menempuh cara-cara yang berdampak positif, salah satunya dengan mendoakannya. Selain karena kata-kata doa dapat meluluhkan dan menjinakkan hati anak, kita juga berharap agar doa tersebut dikabulkan oleh Allah. Maka, ucapkanlah doa-doa yang baik, bukan doa-doa yang buruk seperti kutukan, laknat, atau sejenisnya. Doa yang dimaksud di sini adalah doa-doa positif, misalnya memohon agar anak diberi kemudahan dalam memahami ilmu, dibukakan hatinya untuk menerima kebenaran, dan dilembutkan hatinya agar cenderung kepada kebaikan. Doa orang tua untuk anak adalah salah satu doa yang mustajab. Maka, doakanlah mereka dengan kebaikan.
Kita perlu memperbaiki perilaku anak. Anak harus diberi pemahaman bahwa ia telah berbuat salah. Semua orang pasti pernah berbuat salah. Justru sangat keliru jika seseorang merasa dirinya tidak pernah bersalah. Sikap merasa selalu benar dan tidak pernah salah menunjukkan kedangkalan, bahkan kekerdilan akal, bila seseorang memiliki pandangan seperti itu. Maka, jadilah kita pribadi yang santun dan mau mendengarkan nasihat. Sebagaimana firman Allah:
ٱلَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
“Yaitu orang-orang yang mendengarkan nasihat, lalu mengikuti yang terbaik darinya.” (QS. Az-Zumar (39): 18)
Maka, Anak-anak kita pun perlu kita bimbing agar tumbuh menjadi pribadi yang seperti itu. Agar Ia mau mendengarkan nasihat dan mengikuti yang terbaik darinya. Bagaimana caranya? Yaitu dengan meluruskan kesalahannya secara baik, melalui nasihat yang lembut, dengan cara yang penuh hikmah dan kebijaksanaan bukan dengan kemarahan atau pendekatan negatif lainnya.
Berusaha Untuk Memiliki Rasa Saling Percaya
Yang perlu dibangun adalah rasa saling percaya antara kita dan anak remaja. Tidak ada orang tua yang tidak menginginkan kebaikan bagi anaknya. Namun, pekerjaan rumah kita adalah bagaimana membuat anak percaya dan meyakini bahwa ucapan kita adalah sesuatu yang penting baginya, bukan sekadar angin lalu. Ini adalah poin penting dalam berdialog: bagaimana kita mampu memahami perkataan lawan bicara, menangkap maksud dan tujuannya, serta mengerti ke mana arah pembicaraannya.
Jadi, kita juga harus berusaha membangun rasa saling percaya antara kita dan anak-anak. Rasa saling percaya ini sangat mahal (berharga). Kadang-kadang, meskipun ada percakapan atau dialog, tetapi tidak ada rasa saling percaya di antara mereka. Yang ada justru prasangka dan kecurigaan. Dialog seperti ini tidak akan nyambung. Demikian pula halnya dalam hubungan antara kita dan anak-anak. Komunikasi akan terasa lebih cair apabila kedua belah pihak saling percaya. Bahkan, jika rasa saling percaya itu sudah terbangun, tidak perlu kata-kata yang panjang lebar. Cukup dengan beberapa patah kata saja (jawāmi‘ul-kalim) istilahnya, anak sudah memahami maksud kita, dan kita pun mengerti apa yang dirasakannya. Karena dasarnya adalah saling percaya, bukan saling curiga. Sebaliknya, jika yang muncul justru kecurigaan, maka setiap ucapan akan dipenuhi prasangka. Orang bicara, kita langsung berpikir: ‘Jangan-jangan dia ingin menyudutkan saya, menyalahkan saya, atau menjatuhkan saya.
Jika tidak ada rasa saling percaya, maka yang muncul justru kecurigaan. Kita mulai bertanya-tanya, ‘Apakah dia benar-benar punya maksud baik terhadap saya?’ Kalau perasaan seperti itu sudah tertanam di dalam hati, akan sangat sulit bagi kita untuk benar-benar memahami perkataannya. Yang ada hanyalah rasa curiga yang terus menggelayut, pikiran negatif yang terus-menerus muncul.
Karena itu, tanamkanlah rasa saling percaya antara kita dan anak dalam setiap proses dialog. Terlebih ketika anak telah menginjak usia remaja atau bahkan dewasa, kita harus menyikapinya dengan kedewasaan pula. Jangan sampai justru orang tua yang bersikap kekanak-kanakan.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55299-mendoakan-anak-yang-melakukan-kesalahan/